(Nida' Ar-Rahman) Bila seseorang memiliki emas ataupun harta yang berharga maka apa
yang harus dia lakukan? Jika seseorang memiliki barang yang berharga
niscaya dia akan menjaganya dan tidak mungkin memamerkannya kepada semua
orang secara gratis. Begitulah seharusnya seorang wanita.
Jika seorang wanita merasa dirinya berharga niscaya dia akan menutup
auratnya dan tidak akan membiarkan dirinya dilihat semua orang, karena
sebenarnya wanita jauh lebih berharga daripada emas dan perak. Maka
kebalikan dari itu adalah, jika ada seorang wanita mengumbar auratnya
maka sadar atau tidak sadar dia telah menganggapp murah harga dirinya,
lantas kalau dia mengganggap murah dirinya sendiri maka bagaimana
dengan pandangan manusia kepadanya? Tentu lebih menghinakan.
Seorang wanita itu seharusnya mempunyai rasa malu, malu untuk
membuka auratnya, malu untuk bermaksiat kepada Allah, dan malu dari
pandangan lelaki yang bukan mahram. Jika kita perhatikan kepada
wanita-wanita mulia, maka semuanya mereka disifati dengan sifat pemalu.
Para wanita mulia mereka semua malu jika auratnya terlihat oleh
laki-laki yang bukan mahramnya. Mari kita lihat penuturan ibunda
Aisyah ra ketika beliau tertidur dan tertinggal oleh pasukan pasca
peperangan, kemudian dia ditemukan oleh pasukan penyisir yakni sahabat
Shafwan bin Muaththal ra, ibunda Aisyah ra bercerita:
فَاستَيقَطتُ بِاستِرجَاعِهِ حِينَ عَرَفَنِي, فَخَمَّرتُ وَجهِي بِجِلبَابِي
“aku langsung terbangun begitu mendengarnya mengucapkan istirja’
(istirja’ adalah ucapan innalillahi wa inna ilaihi rojiuun) saat
mengenaliku, maka ku tutupi wajahku dengan jilbabku”. (HR. Bukhori no 4750)
Begitu besarnya rasa malu Aisyah ra ketika wajahnya terlihat oleh
lelaki yang bukan mahram. Bukan ini saja, mari kita lihat penuturan
Aisyah ra ketika berkunjung ke makam Rasulullah, dimana disamping
Rasulullah juga terdapat makam Abu Bakar ra dan umar bin Khaththab ra :
كُنتُ أَدخُلُ بَيتِي الَّذِي دُفِنَ فِيهِ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَ سَلَّمَ وَ أَبِي فَأَضَعُ ثَوبِي
فَأَ قُولٌ : إِنَّمَا هُوَ زَوجِي وَ أَبِي, فَلَمَّا دُفِنَ عُمَرُ
مَعَهُم, فَوَاللهِ مَا دَخَلتُ اِلَّا وَ أَنَا مَشدُودَةٌ عَلَيَّ
ثِيَابِي حَيَاءً مِن عُمَرَ
“Dahulu, tiap kali aku masuk rumahku –yang terkubur di sana
Rasulullah saw dan ayahku (Abu Bakar),- ku lepas pakaianku
(hijab/cadar). Aku berkata, “keduanya tidak lain adalah suamiku dan
ayahku sendiri”. Namun setelah Umar dikubur bersama mereka, tidak
pernah aku masuk kecuali dengan pakaian tertutup rapat karena malu
terhadap Umar”. (HR. ahmad VI/202 no 25701)
Masya Allah, alangkah mulianya ibunda Aisyah, beliau merasa malu
kepada umar padahal umar sudah meninggal dan berada di dalam kubur.
Namun, coba lihat wanita sekarang, jangankan malu kepada yang sudah
meninggal dunia, kepada yang hidup saja mereka tidak malu bahkan mereka
mengumbar aurat mereka secara gratis. Maka wanita yang murahan dia akan
berpenampilan sebagaimana permen yang tidak terbungkus dan semua lalat
dengan gratis dapat menikmatinya.
Seseorang itu dinilai kecenderungannya, jika dia cenderung
berpenampilan sopan dan mirip dengan penampilan wanita shalihah maka dia
manusia akan menilainya shalihah dan mereka akan mneghormatinya. Namun
jika dia cenderung bernepampilan buka-bukaan maka manusia akan
menilainya murahan dan bahkan mereka akan menganggapnya sebagai wanita
penghibur.
Semoga para wanita yang mengaku muslimah dia segera menutup aurat
mereka sebelum tubuh mereka dibalut kain kafan. Panasnya berjilbab tiada
seberapa jika dibanding dengan panasnya api neraka. Cobalah sekali dua
kali dan biasakanlah, karena apapun yang sudah terbiasa itu akan mudah
dikerjakan.
SHARE US →